Sabtu, 10 Desember 2011

cerpen *tentang hati*

Berawal dari sebuah acara di kampus kami, aku melihatnya. Dia begitu anggun dan mempesona. Sungguh cantik sekali. Rasanya baru sekali ini aku melihatnya dikampus. Gaun biru yang dipakainya senada dengan sepatu putihnya yang mempertegas kaki indahnya. Matanya sangat tajam. Dan tangannya begitu gemulai. Rambutnya tergerai, bergelombang dan panjang. Dia berjalan melenggok bagaikan seorang putri. Dia benar-benar seperti seorang putri.
Tiba-tiba sebuah sentuhan hangat kurasakan di pipiku. Dia, seseorang yang telah bersamaku sekian lama. Dengan sabar dan tanpa mengeluh selalu setia mendampingiku. Dia Karenina. Gadis yang sejak awal kuliah telah menjadi kekasihku. Dia yang selalu ada untukku disaat duka dan sukaku. Maafkan aku sayang, telah tergoda dengannya.
“Maaf ya baru dateng”, ucapnya diikuti dengan senyum simpulnya yang manis. Lesung pipit terlihat begitu jelas di kedua pipinya. Si mungil, begitu aku memanggilnya.
“Mungilku, lama banget sih? Kemana aja?”.
Gadis didepanku ini hanya tersenyum dan menatapku penuh sayang. “Aku sayang kamu, pangeranku”, ucapnya tiba-tiba, dan aku hanya tersenyum padanya.
“Terimakasih”.
“Hai semuanya. Saya Gaby akan memandu kalian dalam acara malam amal kampus kita bersama Adrian. Tapi kok saya belum ngeliat Adrian ya? Hemm kemana itu orang ya? Baiklah, sambil kita menunggu datangnya makhluk satu itu, gimana kalau kita mempersilahkan salah satu temen band kita untuk perform ya? Okee....”
Namanya Gaby. Memukau sekali. Suaranya pun indah. Dengan kecerewetannya, dia berhasil memandu acara amal malam itu. Tapi aku tersadar, ada seorang gadis lagi disampingku. Yang sedari tadi menggandeng tanganku seolah takut kehilangan pegangan itu. Sambil tersenyum manis, dia tetap terpaku pada si pemandu acara itu. Dia gadisku, Karenina.
******

“Aku mencintainya tapi aku juga mencintaimu. Lalu aku harus bagaimana? Pergilah tinggalkan aku, karena aku tidak akan pernah bisa meninggalkanmu. Aku terlalu egois untuk memiliki kalian berdua”, ucapku kepada lelaku dihadapanku ini.
Ku akui dia begitu memukau malam ini. Adrian, seseorang yang telah lama tergila-gila padaku. Dia sahabatku! Dia sahabatku, yang ternyata menyimpan sebuah perasaan untukku. Dan aku tidak tahu sejak awal tentang hal itu.
Adrian, kenapa terlambat? Kenapa tidak kau terlebih dulu yang menyatakan cinta itu kepadaku? Kenapa?
Aku berlalu dari hadapannya. Tak kuasa membendung banjir deras di kelopak mataku. Mencoba menenangkan diri sejenak di kamar mandi. Aku melihat seorang gadis bergaun biru yang biasanya menjadi teman MC Adrian juga sedang di kamar mandi. Dia tersenyum padaku, sambil menyodorkan tisu kepadaku.
“Sudah, pakai saja. Rapikan dulu dandanannya”. Kemudian dia berlalu saat tisu itu sudah berpindah tangan di tanganku.
Setelah merasa agak baikan, aku memutuskan untuk segera keluar dari ruangan itu. Didalam ruangan itu, acaranya sebentar lagi akan dimulai. Tapi aku tidak melihat tanda-tanda adanya Adrian disana. Dia tidak ada. Hanya ada gadis bergaun biru diatas panggung.
Yang aku lihat hanya sesosok pria yang telah biasa ada disampingku, yang biasa memanggilku si mungil. Aku mendekatinya dan mengecup pipinya. Dia terkejut dan dengan tenang aku bertanya “Maaf ya baru dateng”.
******

Telponku berdering, nama Adrian tertera dilayarnya. “Halo?”
“By, gue gak bisa dateng ya. Gue gak bisa jelasin sama loe sekarang... By, dia nolak gue lagi. Dia tetep lebih milih cowoknya. Gue... gue... gue sayang dia, By. Gue hancur!”
“Halo! Halo! Halo Adrian! Adrian!”, tiba-tiba sambungan telepon terputus.
“Gila! Gue mesti ngemsi sendiri malem ini? Adrian!”, omelku pada ponselku.
Beberapa panitia sudah mengontak memberi tanda bahwa acara sudah harus dimulai karena waktu sudah semakin larut. Dan dengan terpaksa aku hanya memandu acara itu sendiri. Tanpa Adrian.
Dari depan podium itu, semua orang terkihat dengan sangat jelas. Beberapa teman-temanku sedang berkumpul bersama dengan teman-teman yang lainnya, dan masih banyak orang yang tidak aku kenal juga menghadiri acara itu. Dan pastinya, itu adalah mahasiswa dari kampusku, karena acara ini tertutup untuk orang luar.
Disana aku juga melihat sesosok wanita yang gak asing buatku. Dia seseorang yang sangat digilai oleh Adrian. Wanita itu sedang menggandeng tangan seorang pria, dan langsung aku tahu itu adalah pacarnya. Dia wanita yang tadi bertemu denganku di kamar mandi. Yang sedang menangis.
Apa dia tidak tahu bagaimana perasaan Adrian sekarang? Apakah dia tidak menyadari bagaimana Adrian mengejarnya? Kenapa dia begitu menyayangi kekasihnya itu? Pria yang dari tadi kusadari selalu menatap kearahku. Apa dia tidak tahu, bahwa kekasihnya yang daritadi disampingnya tengah menatap tajam ke arahku. Apakah dia sebodoh itu? Kasian Adrian..
“....Tapi kok saya belum ngeliat Adrian ya? Hemm kemana itu orang ya? Baiklah, sambil kita menunggu datangnya makhluk satu itu, gimana kalau kita mempersilahkan salah satu temen band kita untuk perform ya? Okee....”. Tapi wanita itu tetap tenang seolah tidak terjadi apa-apa dengan nama yang baru saja aku sebutkan itu.

******
“...Tapi kok saya belum ngeliat Adrian ya? Hemm kemana itu orang ya? Baiklah, sambil kita menunggu datangnya makhluk satu itu, gimana kalau kita mempersilahkan salah satu temen band kita untuk perform ya? Okee....”
Kemana Adrian? Kenapa dia tidak jadi menghadiri acara ini? Bukannya dia MC di acara ini?
Wanita bergaun biru itu masih saja menatap ke arahku. Apalagi saat dia menyebutkan nama Adrian, matanya tak henti menatapku. Dan aku berusaha bersikap tidak ada apa-apa. Tapi sebenarnya aku takut dengan tatapannya. Dia seolah-olah ingin memakanku.
******

“Gue pengen denger keputusan loe untuk yang terakhir kalinya. Apa loe bener-bener sayang sama gue? Apa loe mau jadi cewek gue? Gue sayang banget sama loe, Nin. Gue pengen jadi yang pertama buat loe, Nin”.
Tapi dia meninggalkanku begitu saja. Mengacuhkanku. Dia selalu seperti itu. Kenapa dia tidak pernah memandangku? Kenapa dia selalu mengacuhkanku? Dia bilang dia mencintaiku, tapi kenapa masih ada dia diantara kami? Apa dia berkata seperti itu hanya untuk menyenangkanku saja? Jahat.
Nina! Gue sayang banget sama loe!
Aku hanya bisa melihatnya menjauh dan semakin menjauh dariku. Hingga bayangannya hilang dibalik gedung itu. Disana, didalam gedung itu, seseorang pasti sedang menunggunya. Dia yang berbahagia karena telah mendapatkannya. Dan aku hanya yang kedua, yang selalu berharap menjadi yang pertama.
Didalam ponselku, aku hanya bisa menemukan nama Gaby. Teman MCku yang selalu setia dan sabar mendengarkan keluh kesahku tentang Nina. Tentang cintaku yang tertunda. Adik kembarku yang selalu memberikan support untukku. By, gue butuh loe sekarang!
“By, gue gak bisa dateng ya. Gue gak bisa jelasin sama loe sekarang... By, dia nolak gue lagi. Dia tetep lebih milih cowoknya. Gue... gue... gue sayang dia, By. Gue hancur!”, langsung saja ku tutup ponselnya. Aku tahu, mungkin dia akan khawatir. Tapi aku tak mau dia lebih khawatir saat aku tidak memberinya kabar.

******
“Nomer yang anda hubungi sedang tidak aktif, silahkan hubungi beberapa saat lagi. Tut tut tuuuuttt...”.
Ah sial! Kemana si Adrian ini? Kenapa pakai matiin ponsel segala sih? Adrian loe dimana sih? Kenapa gak ngabarin gue lagi? Adriaaaaaannnn!
Pandanganku tiba-tiba saja tertuju ke arah gadis tadi. Dia, bisa-bisanya dia bersenang-senang malam ini, sedangkan Adrian diluar sana entah dimana, tak ada kabarnya.
Tiba-tiba mataku bertemu pandang dengan lelaki disampingnya itu. Dia tersenyum padaku. Dan aku langsung berpaling muka darinya. Jijik melihat mereka.
******

Seperti ada seseorang yang sedang mengawasi kami, aku dan si mungilku ini. Lalu tak sengaja aku bertemu pandang dengan gadis bergaun biru tadi. Dia cantik sekali. Aku mencoba untuk tersenyum padanya, tapi dia berpaling muka dariku. Seolah sedang melihat makhluk menjijikkan.
Kenapa? Kenapa dia seperti itu? Apakah aku telah membuatnya tidak nyaman dengan memandanginya daritadi? Apakah dia sadar aku memandanginya? Dia membuatku penasaran. Dasar wanita cantik.
******

Aku memutuskan untuk pulang saja. Dan melanjutkan mimpiku tentang cintaku dikamarku. Diruangan berukuran 5x7 itu, aku bisa menangis tanpa Gaby tahu.
Gaby? Pasti gadis itu sedang kebingungan mencariku sekarang ini. Ah Gaby, maafkan aku.
Ku dengar suara pintu berderit. Langkah kaki kecil yang tergopoh-gopoh berlari kearah kamarku. Dan tiba-tiba mendobrak pintu kamarku sambil berteriak “ADRIAAAAAAAAAAAAAANNNNNN!!!!!!!”
Suara itu selalu begitu, dan selalu mengagetkanku.
******

Aku memutuskan untuk pulang, dan mencarinya dirumah. Diruangan pribadinya, diaman aku selalu tidak diijinkan masuk saat dia sedang ada masalah.
Aku menyetop taksi dan menyuruh sopir taksi untuk ngebut ke arah rumahku. Disana aku menemukan pintu rumahku tidak terkunci. Aku yakin dia pasti ada didalam. Aku berlari masuk kedalam rumah, namun karena kakiku yang kecil ini aku tidak bisa cepat sampai ke kamarnya. Disana aku menemukan Adrian sedang tertidur pulas. Karena jengkel dan merasa kesal aku langsung berteriak didepan kamarnya “ADRIAAAAAAAAAANNNNNN!!!!!!!”
******

Beberapa hari ini aku tak melihat Adrian. Nomernya pun tak dapat kuhubungi lagi. Dan aku mulai merasa rindu padanya. Malam itu, pertemuan terakhirku dengannya. Sejak malam itu aku tak lagi mendengar tentang kabarnya. Kemana dia?
“Lagi ngelamun ya?”. Tiba-tiba seseorang menyadarkan lamunanku.
“Kamu kan yang MC malam itu? Oh iya, maaf tisu kamu aku tinggalin di kamar mandi, aku pikir kamu bakalan kesana lagi buat ngambil tisunya”.
“It’s oke. Mungkin tisunya udah dijamah orang lain. Biarinlah dia hilang, toh nanti aku masih bisa beli lagi kan? Asal bukan seseorang yang bener-bener cinta sama aku aja yang ilang”, katanya sambil tersenyum getir ke arahku.
“Maksudnya?”
Dia tersenyum dan mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tasnya. Memberikannya padaku. “Bacalah, sebelum terlambat. Lakuin apa yang ingin loe lakuin. Putuskan sebelum terlambat. Dia bakalan pergi”, dia masih saja tersenyum getir ke arahku. Siapa sih gadis ini sebenernya?
******

Segera aku tutup telinga saat Gaby berteriak dikamarku. Tapi kayanya aku gak bisa marah sama dia. Dia pasti khawatir setengah mati tentang keberadaanku. Maafkan aku adikku sayang.
“Loe tahu gak sih? Gue khawatir sama loe! Gue takut loe ngelakuin hal bodoh kaya dulu lagi! Gue udah hampir kehilangan loe sekali, gue gak mau kehilangan loe!”.
Aku gak menyangkan kalau aku akan membuat Gaby menangis malam ini.
“Gara-gara cewek itu loe hampir bunuh diri dulu, kenapa sih loe masih ngejar-ngejar dia? Loe gak inget apa gimana dia mutusin untuk milih cowoknya ketimbang milih loe? Loe itu bego apa gimana sih?”, marah Gaby.
Aku memeluknya yang sedang menangis dan dia semakin menangis didalam pelukanku. “Maafin gue, By. Gue uda janji gak bakalan ngelakuin hal itu lagi sama loe. Gue pasti tepatin janji gue kok, By”. Dan gaby pun semakin terisak.
******

Aku gak nyangka, kakakku sayang beneran sama cewek itu. Segitu sayangnya dia ke cewek itu. Segitu bodohnya dia. Hingga ngelakuin hal bodoh untuk cewek itupun dia mau. Dia gak mikirin aku apa ya?
Aku takut banget kehilangan dia. Kakak satu-satunya yang aku punya. Satu-satunya keluarga yang masih bertahan tinggal bersamaku. Mama dan papa sudah sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya. Aku gak mauk kehilangan kakakku itu.
Aku harus ikut bersikap. Aku harus ngelakuin sesuatu demi kakakku!
******

Hah? Dia kan gadis bergaun biru malam itu. Kenapa dia bisa tahu tentang aku?
“Hai Delon!”, dia tersenyum ke arahku. “Bisa kita bicara sebentar?”, katanya manis sekali. Dia tidak berubah, masih saja anggun dan mempesona seperti malam itu.
******

“Orangtua gue sudah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Dan gue hanya tinggal bersama saudara kembar gue satu-satunya. Dia cowok. Dia ringkih dalam masalah percintaannya. Dia begitu menyedihkan. Tapi hanyalah dia keluarga yang selalu ada untuk gue, baik disaat suka dan duka. Dan gue rela ngelakuin apapun deminya”.
Aku tahu dia memperhatikanku, tapi entah apakah dia mendengarkanku. Dia hanya fokus pada diriku. Sepertinya dia begitu mengagumi diriku.
“Sodara gue itu, suka sama seorang cewek. Mereka bersahabat sejak sma. Namun kakak gue itu terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya. Sampai akhirnya ada seseorang yang menyatakan perasaannya pada si cewek itu. dan kakak gue hanya bisa diam. Namun, entah kekuatan darimana kakak gue selalu meberikan perhatian yang lebih pada cewek itu walaupun ujung-ujungnya kakak gue tetep gak dianggep. tapi gue heran sama tuh cewek. ia kaya ngasih harapan sama kakak gue. Dan pada suatu hari, gue papasan sama dia dikamar mandi, dia lagi nangis. entah karena apa. Dan pada saat yang bersamaan kakak gue nelpon, ngasih kabar kalau tuh cewek nolak dia lagi. Dia bilang kalau dia hancur. Kasian kakak gue. Tapi entah kenapa, gue yakin banget kalau tuh cewek sebenernya juga sayang sama kakak gue. Tapi dia hanya gak ingin nyakitin cowoknya. Gue sih maklum itu. Secara, kita sama-sama cewek”.
“Dan loe belum bilang cewek itu siapa, hubungannya sama gue apa?”, tanyanya. Tapi aku hanya terdiam dan menatap ke awan diatas langit nan jauh disana.
“Cewek itu, cewek gue?”.
aku hanya tersenyum pada Delon. dan sesekali masih menatap langit diatas sana sampai akhirnya aku meutuskan untuk meninggalkannya ditaman sendiri.
“Sudah waktunya, gue harus pergi”, kataku.
******

Gue tahu loe sebenernya juga sayang sama kakak gue. Adrian. Dia itu kakak gue. Tapi loe terlalu pengecut untuk mengakuinya. Kenapa? Karena cowok loe kan? Setelah malam itu, kakak gue mutusin untuk bener-bener ninggalin loe. Untuk bener-bener mencoba ngelupain loe. dan dia memutuskan untuk pergi jauh dari tempat ini. Menurut gue sih, itu jauh lebih baik daripada dia mencoba bunuh diri lagi kaya waktu itu. loe tahu kenapa dia ngelakuin itu? Karena dia terlalu takut untuk ngungkapin perasaannya sampai akhirnya loe jadi milik orang lain. Loe mau jadi kaya dia? semuanya terserah loe sih. Oh iya, ntar sore jam tiga pesawatnya terbang ke London. Dan dia akhirnya cussss deh bener-bener minggalin gue dan loe. Lakuin apa yang pengen loe lakuin sebelum semuanya terlambat. DO the best, Girl J
Adriaaannn... aku juga sayang kamu, Adrian.
******

Di taman, Karenina sedang serius dengan sebuah surat yang sedang dibacanya. sampai dia tidak hadir akan kedatanganku. sepintas aku bisa melihat isi surat itu. Setetes demi setetes air matanya membasahi kertas itu, hingga dia benar-benar mengisinya.
“Adriaaannn... aku juga sayang kamu, Adrian”, dan dia pun terisak.
“Pergilah, kejar dia. Jangan lepaskan lagi”.
Dia terbelalak kaget melihat kedatanganku. Tapi akhirnya dia tersenyum melihatku yang melepaskannya. Pergilah mungilku, pergilah kejar cintamu yang sesungguhnya...
******

aku masih berharap ada sebuah keajaiban yang datang padaku. aku masih sangat ingin bertemu dengan Nina untuk yang terakhir kalinya. tapi lebih baik ku tahan saja, daripada nantinya aku memutuskan untuk tidak jadi pergi.
dari kejauhan aku melihat Gaby berlarian kecil sambil mencari-cari seseorang. Gabyku, aku pasti akan merindukan kepolosanmu.
“Adrian! disini ternyata. makan yuk”, ajaknya polos.
mungkin dia akan sangat merindukan makan berdua denganku, sehingga aku dengan senang hati langsung menuruti permintaannya. dia begitu ceria hari ini. padahal aku akan pergi.
“Kok loe seneng banget sih?”, tanyaku sambil memperhatikannya makan dengan lahap.
“Gue juga berharap ada keajaiban kok hari ini terus bikin loe gak jadi pergi deh”, sahutnya sambil tertawa. aku hanya menanggapinya datar.
“By, udah waktunya. yuk pergi”, dengan cepat Gaby menghabiskan minumnya dan berlari kecil menyusulku di belakang.
“Adriaaaaannn!!!!!!”
suara itu...
BUUUUKKK!!!!! tiba-tiba saja gadis itu berlari ke dalam pelukanku. Nina!
“Sebenernya aku juga sayang kamu. Maafin aku”, ucapnya sambil terisak didalam pelukanku.
beginikah rasanya saat cinta ini terbalas oleh seseorang yang kita cintai. ada seneng, ada kaget, ada bingung, rasanya campur aduk. tapi bahagia.
******

aku yakin apa yang aku lakuin hari ini akan membuahkan hasil yang WOW! Tuhan, aku butuh Kau dan keajaiban kecilMu hari ini. plissssss....
dan tiba-tiba saja ada seseorang yang memanggil nama Adrian. saat aku mencari arah suara itu, aku pun kaget tapi bahagia.
dan seseorang itu langsung berlari kedalam pelukan Adrian. Karenina.
******

dengan nafas ngos-ngosan aku terus saja berlari kesana kemari didalam bandara, mencari dan terus mencari. mencoba menghubungi ponsel Adrian, tapi mati. dimana dia? jangan, jangan sampai terlambat!!!
*tamat*

*masih butuh komentar sih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar