semua mata masih tertuju ke arah elektrokardiograf yang dipasang disebelah si pasien. semuanya masih tegang. tak ada senyum yang terkembang dari satupun mereka. semuanya masih memasang ekspresi datar, cemas dan penuh harap.
disamping pasien, seorang setengah baya dengan kumis dan rambut yang putih juga memakai seragam kebangsaannya yang juga berwarna putih masih berusaha merangsang detak jantungnya. masih dengan wajah cemas, si lelaki setengah baya yang biasa disebut dokter ini terus memasangkan alat perangsang detak jantung didada si pasien.
mereka yang melihat adegan itu hanya bisa berdoa dan berdoa. sebagian menangis, sebagian terdiam, sebagian hanya melihat dengan wajah tanpa ekspresi dan sebagian memilih keluar dari ruangan putih itu.
***
di sebuah klinik lain. seorang wanita masih berjuang. masih menahan sakit yang teramat-amat-sangat. masih bercucur peluh di tubuhnya.
seorang wanita yang lain masih memandu gerak nafasnya. menyuruhnya untuk mengatur nafas dan ngeden sekuat mungkin. masih saja seperti itu. dan seorang lagi mengelap peluh-peluhnya.
wanita itu masih berusaha.
***
masih diruangan yang putih. orang-orang tadi masih menangis dan semakin menjadi. semua masih berdoa dan berharap ada sebuah keajaiban kecil yang menghampiri pasien itu.
dokter tadi juga masih berusaha dengan berbagai upaya. masih dengan alat perangsang detak jantung ditangannya. masih dengan suster yang mengecek nadinya. masih dengan suster lainnya yang mengecek alat elektrokardiografnya. masih berkutat seputar itu saja.
***
seseorang yang lain tengah mengamati keadaan di ruang putih itu. seseorang dengan sayap super megah dan bercahaya terang. tanpa ekspresi. tiba-tiba pandangannya beralih pada si pasien yang sedang terbujur lemah tak berdaya di ranjang berselimut biru itu. dia tersenyum padanya.
dan berkata, "sudah waktunya. mari ikut aku...".
***
suara tangis bayi pecah di ruangan itu.
"Suster, terjadi PPP cepat beri pasien Misoprostol", suruh si bidan sambil menggendong bayinya dan membersihkan sisa darah pada si bayi.
wanita itu menghela nafas, tidak berdaya.
***
"Dok, Flat Line. sudah Cardiac Arrest...", ucap salah satu suster.
si dokter setengah baya itu menghentikan usahanya. menatap miris pada keluarga si pasien.
"Maafkan kami, Tuhan lebih berkuasa dari kami..".
-me-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar